menu bar

Sabtu, 16 Mei 2015

PRINSIP KEHATI-HATIAN PADA KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH



Kegiatan operasional perbankan syariah yang mencakup seluruh aspek kehidupan ekonomi, seperti pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jual beli (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), dan jasa lainnya (rahn, sharf, dan kafalah) telah menjadikan bank syariah lebih dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat (universal banking). Dalam rangka mewujudkan bank syariah yang sehat, tangguh, dan efisien, serta mampu bersaing dengan perbankan nasional lainnya, diperlukan pengaturan tentang kelembagaan yang dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum. Pengaturan kelembagaan Bank ini disusun dengan memerhatikan prinsip kehati-hatian, praktik perbankan yang berlaku di dunia internasional juga mempertimbangkan masukan dari pada stakeholder.
Industri perbankan pada hakikatnya adalah industri yang paling banyak diatur dan diawasi (highly regulated and sipervised industry). Hal ini tentu masuk akal karena dana yang dihimpun dari masyarakat dan dikembangkan lewat berbagai bentuk pembiayaan dan investasi yang harus dapat dipertanggungjawabkan kepada si empunya dalam bentuk return yang positif. Jika hal ini tidak dilakukan maka korbannya tidak hanya mereka yang dananya akan menjadi hilang, melainkan juga bencana ekonomi yang akan menimpa.
Pengaturan (regulasi) dan pengawasan (supervision) bagi lembaga keuangan syariah sangatlah penting. Perbankan diseluruh dunia telah mengadopsi Basel Committee on Banking Supervision sebagai acuan supervisi perbankan konvensional, menurut Umer Chapra dan Tariqullah Khan bahwa ukuran-ukuran regulasi yang ditentukan oleh Basel Commitee juga penting bagi lembaga keuangan syariah, meskipun berbeda dalam beberapa hal. Perbedaan mendasar, yaitu :
1.      Pertimbangan sistem.
2.      Terdapat kepentingan deposan giro yang juga perlu dilindungi.
3.      Kepatuhan syariah.
4.      Kepatuahan pada standar regulasi internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar