Kegiatan
operasional perbankan syariah yang mencakup seluruh aspek kehidupan ekonomi,
seperti pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), jual
beli (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), dan jasa
lainnya (rahn, sharf, dan kafalah) telah menjadikan bank syariah lebih
dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat (universal banking). Dalam
rangka mewujudkan bank syariah yang sehat, tangguh, dan efisien, serta mampu
bersaing dengan perbankan nasional lainnya, diperlukan pengaturan tentang
kelembagaan yang dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum. Pengaturan
kelembagaan Bank ini disusun dengan memerhatikan prinsip kehati-hatian, praktik
perbankan yang berlaku di dunia internasional juga mempertimbangkan masukan
dari pada stakeholder.
Industri
perbankan pada hakikatnya adalah industri yang paling banyak diatur dan diawasi
(highly regulated and sipervised industry). Hal ini tentu masuk akal
karena dana yang dihimpun dari masyarakat dan dikembangkan lewat berbagai
bentuk pembiayaan dan investasi yang harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
si empunya dalam bentuk return yang positif. Jika hal ini tidak
dilakukan maka korbannya tidak hanya mereka yang dananya akan menjadi hilang,
melainkan juga bencana ekonomi yang akan menimpa.
Pengaturan (regulasi)
dan pengawasan (supervision) bagi lembaga keuangan syariah sangatlah
penting. Perbankan diseluruh dunia telah mengadopsi Basel Committee on
Banking Supervision sebagai acuan supervisi perbankan konvensional, menurut
Umer Chapra dan Tariqullah Khan bahwa ukuran-ukuran regulasi yang
ditentukan oleh Basel Commitee juga penting bagi lembaga keuangan
syariah, meskipun berbeda dalam beberapa hal. Perbedaan mendasar, yaitu :
1.
Pertimbangan
sistem.
2.
Terdapat
kepentingan deposan giro yang juga perlu dilindungi.
3.
Kepatuhan
syariah.
4.
Kepatuahan
pada standar regulasi internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar