menu bar

Rabu, 29 April 2015

PRODI D.3 PERBANKAN SYARIAH PERKUAT LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI (LSP)

Untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa Prodi D.3 Perbaankan Syariah, mutlak diperlukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di lingkungan Program Studi D.3 Perbankan Syariah UIN Walisongo. Pokok-pokok pikiran ini mengemuka pada acara workshop Kurikulum yang diselenggarakan FEBI UIN Walisongo pada Rabu-Kamis / 22-23 April 2015 di Kampus III  dengan tema “Penyusunan Kurikulum KKNI berbasis Kompetensi”.
Dalam workshop yang diikuti oleh seluruh dosen di Prodi Perbankan Syariah, Dekan FEBI, Imam Yahya menyampaikan pesan bahwa Perbankan Syariah baik D.3 maupun Prodi S.1 merupakan prodi yang paling ramai diminati oleh para calon mahasiswa melalui SPAN-PTKIN. Dari kuota 152 mahasiswa yang akan diterima melalui jalur SPAN-PTKIN, seluruh pendaftar ada 3054 pendaftar. Ini menjadi prodi tertinggi peminat bila dilihat dari perbandingan antara pendaftar dan kursi yang tersedia.
Oleh karena itu dalam workshop Prodi Perbankan Syariah ini bisa dirumuskan kurikulum berbasis KKNI yang bisa meningkatkan kualitas kompetensi prodi Perbankan Syariah di FEBI ini. Kurikulum menjadi sangat penting karena dalam kurikulum baru ini jalur kompetensi lebih diutamakan.
Sebagai nara sumbser, hadlir Abul Wafa, SE. MM. Kepala Cabang BNI Syariah Solo yang merupakan salah satu alumni Prodi D.3 Perbankan angkatan 2003. Sebagai alumni berprestasi, beliau memandang bahwa kurikulum Prodi D.3 secara materiil sudah cukup membekali mahasiswa Prodi Perbankan Syariah. Hanya saja menurut Abu, hal yang perlu ditingkatkan oleh mahasiswa adalah soal kedisiplinan dan penampilan (performance). Di bank tidak semua pegawai itu ganteng atau cakep, namun yang jelas pegawai bank itu disiplin dan berpenampilan rapi.
Nara Sumber lainnya adalah Ibu Mustikawati. SE. MM., dari dosen Poltek Semarang yang menyoroti kurikulum dari aspek korelasinya dengan Kerangka Kualifikasi Nasional (KKNI). Prodi D.3 merupakan program vokasi yang lebih banyak menampilkan kemampuan skill dalam bidang perbankan Syariah. Tentu kurikulum di D.3 harus berbeda penekanannya dengan program akademis yakni Strata 1.
Di akhir sesi ada semacam keinginan yang kuat dari pengelola Prodi dan juga para pimpinan FEBI UIN Walisongo, agar Prodi Perbankan Syariah harus bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Perbankan (LSPP) atau LSPPM (lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal) atau juga LSPP di Polteknik Semarang. Dengan kerjasama ini diharapkan bisa meningkatkan geliat mahasiswa dalam meningkatkan ketrampilan praktis sekaligus mengukur kompetensinya agar dalam mencari tempat kerja lebih sukses.

Senin, 27 April 2015

Pengumuman seleksi DIPA 2015 Febi

Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo, bahwa setelah dilakukan seleksi administrasi pendaftaran Beasiswa DIPA Tahun 2015, maka nama-nama yang tercantum dalam pengumuman ini diharap mengikuti ujian seleksi secara tertulis pada :
Hari/Tanggal    : Selasa, 28 April 2015
Waktu                   : Pkl. 11.30 – 13.00 WIB.
Tempat                 : Aula II Kampus III UIN Walisongo Semarang
Keterangan        :
* Peserta dimohon membawa alat tulis sendiri
* Peserta memakai pakaian rapi dan bersepatu
* Peserta membawa KTM dan Fotokopi HSS terakhir
(FC HSS sebagai syarat wajib mengikuti ujian seleksi)
Adapun daftar peserta ujian seleksi ujian Beasiswa DIPA Tahun 2015 dapat didwonload dibawah ini :

Minggu, 26 April 2015

Inflasi



 
A.  Sejarah Inflasi
Emas memberikan ‘nilai’ pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini, sejarah perekonomian kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari. Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditinya sebesar mungkin ke negara-negara lain dan berusaha mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak-banyaknya. Tetapi pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya untuk tranportasi, serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uang yang dikumpulkannya tadi sehingga akhirnya malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri.
Keadaan inflasi yang terjadi di suatu negara akibat dari gabungan dari penurunan produksi, pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar,  high labor cost, pengangguran, kemewahan yang amat berlebihan, dan sebab-sebab yang lainnya seperti perang yang berkepanjangan, embargo, dan pemogokan pekerja.
Inflasi di suatu negara terjadi pada saat tingkat harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk jumlah barang dan jasa yang sama. Dengan kata lain, inflasi tidak akan berlanjut jika ‘dibiayai’ dengan berbagai cara. Jika konsumen tidak bisa menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka akan membatasi pembelian. Kaum monetaris berpendapat bahwa revolusi harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu oleh kenaikan penawaran uang yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh ‘New World’ (Amerika, Australia, dan Afrika Selatan) yang walaupun banyak juga emas dan perak tersebut akhirnya ditumpuk oleh pribadi/institusi sehingga keluar dari sirkulasi, ataupun jadi perhiasan dan ornamen-ornamen untuk bangunan istana.

B.  Teori Inflasi Konvensional
Secara umum inflasi berarti kenaikan harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas.
Menurut Paul A. Samuelson, mengungkapkan bahwa inflasi seperti sebuah penyakit, inflasi digolongkan menurut tingkat keparahannya, yaitu sebagai berikut :
1.    Moderate Inflation
Karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang lambat. Umumnya disebut sebagai ‘inflasi satu digit’. Pada tingkat inflasi seperti iniorang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang dari pada dalam bentuk aset riil.
2.    Galloping Inflation
Inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20%-200% per tahun. Pada tingkatan inflasi seperti ini orang hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaannya disimpan dalam bentuk ase—aset riil.
3.    Hyper Inflation
Inflsi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi yaitu jutaan sampai trilyun persen per tahun. Walaupun sepertinya banyak pemerintah yang perekonomiannya dapat bertahan menghadapi galloping inflation akan tetapi tidak pernah ada pemerintah yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ketiga yang amat ‘mematikan’ ini.
Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya yaitu sebagai berikut :
1.    Natural Inflatin dan Human Error Inflation.
Natural Inflatin merupakan Inflasi yang terjdi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Sedangkan Human Error Inflation yaitu inflasi yang terjdi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri.
2.    Actual/Anticipated/Expected Inflation dan Unanticipated/Unexpected Inflation.
Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan Unexpected Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflassi.
3.    Demand Pull dan Cost Push Inflation.
Demand Pull diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisipermintaan agregatif dari barang dan jas apada suatu perekonomian. Sedangkan Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregatif dari barang dan jasa suatu perekonomian.
4.    Spiralling Inflation.
Inflasi ini diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi sebelumnya itu terjadi sebagai akibat inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.
5.    Imported Inflation dan Domestic Inflation.
Imported Inflation adalah inflasi dinegara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation adalah inflasi yang hanya terjadi di dalamnegeri suatu negara yang tidak mempengaruhi negara-negara lainnya.

C.  Teori Inflasi Islam
Menurut para ekonomi Islam, inflassi berakibat sangat buruk bagi perekonomian, karena :
1.    Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama berhadap fungsi tabungan (nilai simpanan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan.
2.    Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat.
3.    Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah.
4.    Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan seperti tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif seperti : pertanian, industrial, perdagangan, tranportasi, dll.
Selain itu, inflasi juga mengakibatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan akuntansi seperti :
1.    Apakah penilaian terhadap aset tetap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual?
2.    Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner.
3.    Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat.
Ekonomi Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M- 1441 M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :
1.    Natural Inflation.
2.    Human ErrorInflation.


Adiwarman A. Kharim, Ekonomi Makro Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 2010.

Pangsa Pasar Ekonomi Islam di Indonesia



 
Ekonomi Syariah merupakan salah satu trobosan yang diharapkan dapat memberikan jalan demi terciptanya kemakmuran ekonomi di Indonesia, karena mayoritas warga Negara yang beragama Islam.
Perlu kita ketahui bahwa pangsa pasar ekonomi syariah sampai saat ini masih sangat kecil. Hal ini terjadi karena ekonomi Syariah sampai saat ini masih terfokus pada sektor finance/keuangan, sedangkan disektor riil belum tersentuh. (www.koran-sindo.com)
Anggota Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Edy Suandi Hamid, mengungkapkan masih lambannya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia ini, dan hanya terfokus pada sektor keuangan syariah seperti perbankan, asuransi, dan sukuk.
Padahal kalau kita membahas persoalan ekonomi, tidak hanya sekedar sektor moneter/keuangan tersebut, tapi sektor riil juga sangat diperlukan seperti pelayanan rumah sakit, makanan halal.
Edy mengakui perlunya waktu yang panjang untuk mengembangkan ekonomi syariah pada sektor riil. Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah membuat kendala. Walaupun pemerintah telah mendukung perkembangan ekonomi syariah, melalui regulasi yang jelas dan prinsip syariah.
Sebenarnya peluang mengembangkan ekonomi syariah terbuka lebar dengan adanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015, ketika sektor riil bisa berkembang maka akan berdampak pada memanfaatan sektor keuangan. Saat ini sektor keuangan berjalan sendiri. Tutur Edy dalam www.koran-sindo.com
Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Agustianto mengungkapkan, perlu berbagai strategi untuk meningkatkan potensi ekonomi syariah. Banyak hal yang perlu dikembangkan mulai dari produk, regulasi, sampai edukasi.
MES sendiri telah berupaya dalam mengembangkankan ekonomi syariah dengan sosialisasi dan edukasi, melalui sekolah pasar modal dan tersedianya program study ekonomi syariah di perguruan tinggi.