menu bar

Kamis, 16 April 2015

BAGI HASIL PERBANKAN SYARIAH MASIH SAJA DISETARAKAN PERSENTASE BUNGA




Bunga Bank merupakan suatu hal yang tidak asing bagi kita semua, beberapa ahli mengaitkan bunga bank sebagai hal ribawi. Bank Syariah lahir untuk memberi solusi atas permasalahan tersebut. Sistem bagi hasil menjadi solusi yang ditawarkan perbankan syariah, tapi dalam prakteknya, bunga bank pada sistem perbankan tidak bisa dihilangkan begitu saja, seakan-akan mereka tak mampu tumbuh tanpa istilah bunga.
Sistem bunga pada perbankan di Indonesia diwarisi dari perserikatan dagang belanda (VOC) dan pemerintah hindia belanda pada tanggal 10 Oktober 1827. Istilah Bunga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bentuk imbalan jasa untuk penggunaan uang atau modal yang dibayarkan pada waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai persentase dari modal pokok.
Sedangkan Bank merupakan suatu lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (investor) dengan pihak yang kekurangan dana (debitur). Perbankan merupakan salah satu lembaga yang teramat penting bagi kegiatan perekonomian manusia modern saat ini.
Di indonesia kita mengenal dual system banking, yakni perbankan konvensional dan perbankan syariah. Secara umum kedua sistem perbankan tersebut berbeda, bank konvensional menawarkan sistem bunga sedangkan bank syariah menawarkan sistem bagi hasil melalui presentase besaran nisbah sebagai pengganti sistem bunga.
Menurut Syarifuddin Prawiranegara, bunga bank itu termasuk riba. Riba sendiri adalah suatu hasil transaksi yang mengandung pemerasan dan penipuan. Kegiatan perkreditan sebenarnya suatu bentuk perdagangan, jika bunga sebagai produksi laba terlalu tinggi dan diterima dari peminjam yang terpaksa, maka itu adalah riba.
Konsep riba dan bunga bank menurut Muhammad Dawam Raharjo secara harfiah adalah sama, yaitu suatu yang bertambah. Namun secara istilah, keduanya jelas berbeda. Tambahan dalam riba berbentuk suatu paksaan dan mengandung unsur madharat, sedangkan tambahan dalam bentuk bunga bank lebih berkonotasi netral, artinya tambahan tersebut berarti suka rela dan tidak mendatangkan madharat, bahkan dianggap sebagai tambahan yang wajar.
Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang ijtima’ ulama komisi fatwa MUI pada tanggal 16 Desember 2003 memutuskan untuk keharaman bunga bank, hal ini disandarkan dari Al-Qur’an yaitu QS Al-Baqarah : 278, An-Nisa’ :160. Sedangkan kriteria bunga bank yang dikatakan riba apabila antara dua pihak dalam hutang piutang terdapat kesepakatan bahwa yang berhutang (debitur) akan membayar bunga (tambahan), terhitung sejak jatuh tempo pembayaran yang yang sudah dijanjikan dan seterusnya, besarnya tambahan sejalan dengan waktu, tanpa melihat besar kecilnya tingkat bunga tersebut dan tanpa mempertimbangkan pula tujuan penggunaan kredit tersebut, apakah produktif atau konsumtif.
Perbankan syariah lahir untuk memberikan solusi atas pratek ekonomi ribawi, dan sekaligus menjadi alternatif perekonomian islam yang sesuai dengan syariah. Akhir-akhir ini perkembangan lembaga keuangan syariah sangat pesat baik asuransi,koperasi, pegadaian, lembaga pembiayaan dan khususnya perbankan.
Perbankan syariah seharusnya bersih dari istilah bunga, karena kehadirannya menjadi lembaga non bunga. Tapi dalam prakteknya, istilah bunga bank yang melekat pada bank konvensional tidak bisa dilepaskan secara sepenuhnya dari kegiatan perbankan syariah. Sampai saat ini, masih banyak perbankan syariah yang menyertakan istilah bunga bank. Walaupun hanya untuk menyertakan presentase bagi hasil, hal ini dilakukan agar masyarakat awam lebih mudah mengerti. Kurangnya pengetahuan masyarakat awam mengenai istilah bagi hasil pada perbankan syariah, maka banyak yang yang menggunakan cara menyetarakan bagi hasil (% nisbah) mereka ke presentase bunga yang lebih bisa dimengerti oleh semua nasabah.
Yang menjadi masalah, yakni sampai kapan cara seperti ini akan digunakan ? sosialisasi atau edukasi kepada masyarakat harus dilakukan, dan masyarakat pun juga harus lebih terbuka dalam menerima sesuatu hal baru, agar praktek-praktek yang seharusnya dihapuskan bisa segera dihapuskan.
Perlunya kerjasama MUI, DPS, Perbankan, Praktisi, Masyarakat, dll untuk membangun Perbankan yang benar-benar syariah tanpa bunga, mungkin akan memerlukan waktu yang cukup lama, tapi bukan berarti suatu hal yang mustahil. Kita tunggu kebijakan dan ketegasan pihak-pihak terkait, sukses untuk islamic banking demi tegaknya sistem syariah dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar